SERIUS MEMINTA MAAF
Imam Ibnu Hubairah rahimahullah (w. 560 H). Salah satu ulama besar mazhab Hambali. Sekaligus menjabat menteri di masa Daulah Abbasiyah. Walau sibuk dengan urusan kementerian, beliau tidak meninggalkan kegiatan dakwah. Kajian rutin beliau biasa dihadiri oleh para ulama lintas madzhab juga para santri.
Suatu hari beliau mengisi kajian Fiqih. Di tengah kajian ada seorang ulama mazhab Maliki yang komplain. Mengritik salah satu poin kajian. Maka Ibnu Hubairah pun segera membuka kembali berbagai referensi. Untuk memastikan benar tidaknya kritikan tersebut. Ternyata kritikan tersebut keliru.
Namun sang ulama Maliki tetap ngotot dan terus mendebat. Bahkan dengan mengangkat suara tinggi di majlis.
Sang Menteri; Ibnu Hubairah tidak kuasa menahan emosi. Beliau berkata, “Aku sudah datangkan berbagai referensi, tapi engkau tetap ngotot dengan pendapatmu! Engkau manusia atau binatang?!”.
Tidak lama kemudian pengajian berakhir.
Keesokan harinya kajian diadakan kembali. Sebelum dimulai, di hadapan hadirin, Ibnu Hubairah berkata terhadap sang ulama Maliki,
“Sungguh aku mohon maaf atas kejadian kemarin. Silahkan ucapkan kalimat serupa padaku. Sebagai bentuk qisos. Aku bukanlah siapa-siapa. Aku sama dengan kalian”.
Beliau terus memohon dengan berbagai ungkapan yang sangat menyentuh.
Sehingga para santri dan jamaah terharu dengan kerendahhatian beliau. Bahkan tidak sedikit yang meneteskan air mata.
Sang ulama Maliki berkata, “Justru kemarin aku yang salah. Akulah yang lebih layak untuk meminta maaf”.
Salah seorang ulama yang hadir mengusulkan, “Jika engkau tidak mau melakukan qisos, bagaimana bila Engkau meminta tebusan kepada beliau?”.
Dia menjawab, “Kebaikan Sang Menteri kepadaku sudah terlampau banyak”.
Setelah didesak-desak, akhirnya dia berkata, “Aku punya tanggungan hutang sekian”.
Maka Ibnu Hubairah; sang Menteri pun memberi ulama tersebut seratus dinar untuk melunasi hutangnya. Plus seratus dinar lagi untuk menebus kata-kata kasar beliau.
Berarti total yang diberikan beliau sekitar setengah milyar rupiah!
Allahu akbar!
Begitulah kira-kira gambaran prosedur ideal meminta maaf. Jika kita pernah menyakiti seseorang, mohon maaflah dengan serius. Penuh kesungguhan.
Jika kesalahan itu kita lakukan padanya di depan umum, sebisa mungkin minta maaflah di depan umum.
Kesalahan pada seseorang di grup WA yang ditebus dengan permohonan maaf via japri, kurang menunjukkan keseriusan dalam meminta maaf.
Jangan gengsi!
Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Selasa, 6 Sya’ban 1441 / 31 Maret 2020
Diterjemahkan secara bebas oleh Abdullah Zaen dari buku Shuwa wa Kuwa karya Muhammad al-Muhanna (hal. 250-251).